Ketika Pengkhianatan terhadap Palestina Makin Memuncak

0
1566

Otong Sulaeman

LiputanIslam.com –Berbagai gestur politik di Timur Tengah menunjukkan Arab Saudi sedang melakukan upaya-upaya diplomatik untuk menormalisasi hubungannya dengan Zionis Israel. Sebelum ini, dua negara sekutu sangat dekat Arab Saudi, yaitu Bahrain dan Uni Emirat Arab (UEA), sudah melakukan normalisasi ini. Arab Saudi tidak menunjukkan penentangannya sama sekali menanggapi normalisasi itu. Yang ada malah semacam dukungan secara halus, dengan mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh Bahran dan UEA itu menjadi hak keduanya, dalam rangka membangun perdamaian di kawasan Timur Tengah.

Lalu, tanggal 22 November lalu, media-media Timur Tengah digemparkan oleh berita tentang adanya kunjungan rahasia Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu ke Riyadh untuk bertemu dengan Pangeran Mohammed bin Salman (MBS). Sontak berbagai kecaman dialamatkan, khususnya dari Palestina. Kunjungan ini disebut sebagai pengkhianatan nyata Arab Saudi terhadap rakyat Palestina.

Jika Arab Saudi pada akhirnya memang menormalisasi hubungannya dengan Israel, ada dua poin penting yang harus kita perhatikan di sini. Pertama, normalisasi itu pada dasarnya tak lebih dari proses pembukaan topeng hipokritas yang dikenakan Arab Saudi selama ini. Pada hakikatnya, rezim Saudi memang tidak punya visi pembelaan terhadap Palestina sedikitpun. Islam hanya dipakai sebagai topeng, sedangkan tujuan rezim ini adalah sesuatu yang lain.

Kasus normalisasi inipun (seandainya memang terjadi), juga melengkapi bukti hipokritas Arab Saudi dihubungkan dengan klaim mereka sebagai pembela ummat Islam. Keterlibatan mereka dalam menginisiasi dan mendanai kelompok-kelompok teroris, juga serangan brutal mereka ke negeri tetangga yang miskin bernama Yaman, adalah bukti lainnya. Karena itu, normalisasi hubungan diplomatik Arab Saudi – Zionis Israel, tak lebih dari sekedar penegas hipokritas-hipokritas tersebut.

Poin penting kedua terkait dengan posisi Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia serta sebagai negara yang menganut cita-cita luhur kemerdekaan yang dituangkan dalam Pancasila dan UUD 1945. Jika normalisasi itu terjadi, tentu bangsa Indonesia tidak perlu ikut-ikutan Arab Saudi. Kita tak pernah menyatakan diri sebagai bangsa yang menjadikan Arab Saudi sebagai panutan 100% bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kita sangat layak berbangga diri, karena kita sudah meletakkan dasar-dasar yang jelas bagi kehidupan berbangsa dan bernegara untuk menggapai kehidupan yang mulia, sejahtera, dan bermartabat. Para founding father kita telah menggariskan satu visi yang sangat jelas bahwa kita akan memperjuangkan kemerdekaan bagi bangsa terjajah manapun. Seperti yang disampaikan Presiden Joko Widodo, Palestina saat ini adalah satu-satunya anggota Konferensi Asia-Afrika yang belum merdeka.

Dengan sudut pandang seperti itu, normalisasi hubungan Arab Saudi – Israel adalah sebuah potensi ‘ladang amal’ bagi bangsa besar ini untuk menunjukkan kiprahnya di dunia. Ketika satu persatu negara-negara Arab tidak lagi bisa dipercaya, saatnyalah Indonesia mengambil alih komando. Konsistensi bangsa Indonesia dalam menunjukkan pembelaan kepada Palestina adalah modal utama, karena bangsa Palestina sangat mempercayai bangsa kita. Bagi bangsa Palestina, Indonesia adalah sahabat baik yang selalu konsisten membela. Kita tentu tak akan meninggalkan sahabat baik kita bernama bangsa Palestina di saat negara-negara di sekitarnya satu persatu mulai berkhianat dan meninggalkan mereka. Biarlah mereka berkhianat. Kita tak perlu menjadikan mereka sebagai panutan dalam urusan Palestina. Apalagi, sangat mungkin, normalisasi ini alan berujung kepada jatuhnya rezim Saudi. (os/editorial/liputanislam)

DISKUSI: