[Editorial] COVID-19, Perlawanan dari Iran
LiputanIslam.com –Iran adalah salah satu episentrum virus Corona atau Covid-19 di dunia. Per tanggal 23 Maret 2020, mencatat 1.812 pasien Covid-19 di Iran meninggal dunia, 23.049 kasus infeksi, dan 8.376 orang dinyatakan sembuh. Angka ini menempatkan Iran sebagai negara terdampak ketiga terbesar di dunia setelah Italia dan China.
Sebagai salah satu pemain penting dalam percaturan politik global, apa yang terjadi di Iran berkenaan dengan isu apapun, termasuk tentunya isu Covid-19, selalu menarik untuk diperhatikan. Dalam perkembangan terbaru, para peneliti dan pakar intelijen Iran dilaporkan sedang menyelidiki dugaan bahwa wabah Covid-19 di Iran merupakan produk dari serangan biologis yang dilakukan oleh musuh Iran. Koordinator operasi eksekutif di Markas Nasional Pemberantasan Covid-19 Iran, Nasrollah Fathian, menyatakan bahwa kemungkinan virus Corona yang mewabah di Iran merupakan serangan biologis, masih tetap menjadi salah satu hipotesis yang terus diteliti dengan sangat intensif.
Beberapa indikator menunjukkan bahwa virus Corona yang mewabah di China, Italia, dan Iran, masing-masing memiliki jenis yang berbeda satu sama lain. Apa yang mewabah di Iran adalah Covid-19 dengan varian yang khas, dan cukup cepat menjangkiti gen ras Persia. Di sisi lain, reputasi dari musuh terbesar Iran saat ini, yaitu AS, menunjukkan bahwa Negeri Paman Sam itu terbukti telah berkali-kali memproduksi senjata pemusnah massal dari mulai bom gas, nuklir/atom, kimia, hingga bilologis. Dan, AS tak segan-segan menggunakannya untuk menghantam musuh, meskipun hal tersebut bertentangan dengan konvensi pelarangan produksi dan penggunaan senjata pembunuh massal.
Inilah juga yang disampaikan oleh Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Khamenei di saat memberikan tanggapan atas tawaran bantuan medis dari AS kepada Iran. Menurutnya, tawaran AS itu aneh dari dua sisi. Pertama, AS sendiri saat ini mengaku kekurangan pasokan medis. Sehingga, jika AS memiliki peralatan medis, seharusnya pertama-tama digunakan untuk rakyat AS sendiri yang juga terdampak Covid-19 cukup parah. Selain itu, menurut Ayatollah Khamenei, posisi AS saat ini adalah pihak yang dituduh telah mengembangkan virus itu sendiri. Karenanya, sulit mempercayai tawaran AS kepada Iran. Bagaimana jika obat yang dikirim ke Iran itu malah menyebabkan virus makin bertahan?
Menurut Ayatullah Khamenei, Iran lebih memilih untuk melakukan seleksi atas bantuan yang datang dari pihak luar. Hanya bantuan dari mereka yang memiliki reputasi bersih dan tulus yang akan diterima. Di sisi lain, Iran juga terus melakukan ikhtiar sendiri, misalnya lewat pembuatan obat-obatan, di antaranya senyawa kimia yang bisa mengobati kerusakan yang ditimbulkan pada paru-paru karena infeksi Covid-19.
Ketua Dewan Pengembangan Bioteknologi Iran Mostafa Qaneyee dalam sebuah konferensi menyatakan bahwa para peneliti Iran sudah menemukan obat seperti itu. Senyawa obat baru itu sebenarnya tidak secara khusus untuk pasien virus Corona, melainkan mengobati penyakit pernapasan dan paru-paru. Obat ini, katanya, dapat mengurangi waktu yang dibutuhkan pasien Covid-19 untuk tinggal di rumah sakit hanya selama 4 hari. Sisanya, pasien bisa tinggal di rumah dan melakukan proses rehabilitasi hingga sembuh.
Perkembangan selanjutnya sangat menarik untuk kita ikuti. Jika Iran mampu membuktikan adanya konspirasi busuk AS di balik Covid-19 ini, tentu peta politik internasional akan berubah secara drastis. Juga seandainya obat yang diproduksi Iran cukup efektif untuk meminimalisir dampak buruk wabah Covid-19, dan obat itu bisa dipasarkan ke seluruh dunia, tentu ini akan mengubah banyak sekali konstelasi politik dan ekonomi dunia. (os/editorial/liputanislam)