Persatuan Umat Dalam Deklarasi Jakarta
Hawa Jakarta terasa bersahabat saat Liputan Islam melangkahkan kaki menuju Gedung RNI di Mega Kuningan pada 4 Mei 2014. Angin sepoi-sepoi dan sinar mentari pun terasa lembut, seolah menjanjikan kesegaran atmosfer yang akan dibawa oleh acara yang akan LI liput.
“Acara Dialog Publik dan Pernyataan Bersama” yang digagas oleh Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) bekerja sama dengan Universal Justice Network ini akan menghadirkan sejumlah cendekiawan muslim dari Indonesia dan luar negeri.
Acara dimulai dengan sambutan dari Presidium KAHMI, Dr. Anis Baswedan. Menurut Anis, Pancasila adalah harga mati bagi bangsa Indonesia. Pancasila-lah yang akan merekatkan bangsa Indonesia yang majemuk. Karenanya, toleransi adalah faktor yang amat krusial dalam rangka membendung sika-sikap anti-kebhinekaan dan anti Pancasila. Anis juga mengkritisi pasifnya negara (pemerintah) di tengah maraknya upaya-upaya kelompok garis keras yang jelas-jelas mengancam kebhinekaan, seperti menebar fitnah, intimidasi, bahkan ancaman pembunuhan kepada pihak-pihak yang dianggap tidak sepaham dengan mereka. Menurut Anis, negara seharusnya bertindak tegas kepada kelompok-kelompok seperti ini karena sangat membahayakan persatuan Indonesia.
Cendekiawan muslim lain yang hadir, Dr. Laode M. Kamaluddin (Ketua Dewan Pakar MN KAHMI), Dr. Imam Muhammad Asi (Mufasir, Islamic Center Washington), Dr. Massoed Sadjareh (Direktur of Islamic Human Right Commision, London), Dr. Haidar Bagir (Cendikiawan Muslim Indonesia), Dr. Muhidien Abdul Kadir (Citizen International, Kuala Lumpur), pun menyampaikan orasi-orasi yang menyerukan pentingnya ukhuwah Islamiah. A.M. Fatwa pun hadir sebagai undangan.
Dakwah Rasulullah Adalah Dakwah Kasih Sayang
Dr. Haidar Bagir menyoroti pentingnya peran lembaga pendidikan di Indonesia dalam menumbuhkan watak toleran, ukhuwah, dan antikekerasan di tengah masyarakat. Menurut Haidar, paradigma dakwah yang diajarkan Rasulullah SAW adalah dakwah berakhlak mulia.
“Pertama, kita harus merubah pola pikir dan kedua, sistem pendidikan harus dirombak, karena Islam itu hadir bukan untuk mengkafirkan tetapi membawa rahmat,” ujar Haidar.
Kepada anak didik, sekolah-sekolah perlu mengajarkan bahwa buku-buku sejarah mencatat betapa santun dan lembutnya cara Rasulullah. Sekolah dan kampus bertanggung jawab untuk meluluskan siswa-siswa yang kritis, intelektualitas tinggi, dan juga berakhlak mulia, tidak pro-kekerasan.
Haidar mengkritisi pergerakan kelompok takfiri yang semakin agresif hingga menghalalkan darah orang yang tidak sepaham. Senada dengan Anis, Haidar juga menyerukan agar negara turun tangan menindak kelompok-kelompok penyebar kekerasan ini.
Dr. Imam Muhammad Asi dari Washington mengisahkan situasi ketika Rasulullah menyampaikan peristiwa Isra’ Mi’raj kepada kaumnya. Zaman itu, terasa amat mustahil ada manusia yang bisa menempuh perjalanan sedemikian jauh hanya dalam waktu beberapa jam. Tentu saja sebagian besar mereka tidak mudah mempercayai kisah Isra’ Mi’raj. Namun, Rasulullah tidak memaksa umatnya untuk percaya. Beliau dengan penuh kasih sayang memberi berbagai argumen pembuktian.
Sayangnya, cara Rasulullah ini tidak diteladani kelompok-kelompok takfiri. Mereka dengan mudah melakukan caci maki, hinaan, bahkan kekerasan bila doktrin-doktrin mereka tidak diterima pihak lain.
Takfirisme: Virus Berbahaya yang Telah Hancurkan Irak dan Suriah
Dr. Muhidien Abdul Kadir dari Malaysia menyebut bahwa takfirisme adalah semacam virus yang menyebar cepat di tengah-tengah dunia Islam, yang sangat membahayakan. Virus ini awalnya hanya terkonsentrasi di Asia Barat (Pakistan, India, Afghanistan, dan lain-lain), namun kini telah merebak di negara-negara Asia Tenggara. Negara-negara yang sebelumnya hidup dalam damai dan harmoni, seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, Philipina, kini tiba-tiba terpapar virus tersebut dan muncul berbagai konflik horizontal.
Menurut Muhidien, “Bila kita tidak sigap dalam menangani kondisi ini, kita bisa mengalami nasib seperti bangsa Irak atau Suriah.”
Lebih lanjut, Muhidien menganalisis kondisi di Irak. Menurutnya, konflik di Irak bukan disetir oleh masalah teologis. Sejak dulu, warga Sunni-Syiah hidup damai di Irak. Bahkan cukup sering terjadi pernikahan antar warga yang berbeda mazhab. Tapi tiba-tiba saja, setelah Amerika datang, terjadi pertempuran yang memakan korban sangat banyak. Muhidien menyebut bahwa AS ingin mengeruk kekayaan alam Irak, namun menggunakan isu-isu teologis untuk memicu konflik sipil. Sementara rakyat sibuk bertempur satu-sama lain, perusahaan-perusahaan AS bebas menguras sumber daya alam Negeri Seribu Satu Malam itu.
Dr. Shajareh dari Inggris, juga menyinggung masalah Irak dan Suriah. Menurutnya, kehancuran di kedua negara itu akibat kebencian. Kelompok-kelompok takfiri disulut oleh kebencian yang amat dalam, telah melakukan berbagai aksi kekejaman, yang sebenarnya akan berakibat pada kehancuran Dunia Islam secara global. Dunia Islam akan semakin terpuruk dalam konflik, dan semakin menjadi korban imperialisme Barat. Padahal Islam adalah ajaran rahmat (kasih sayang) dan seharusnya umat Islam berkasih sayang dalam berdakwah.
Penandatanganan Deklarasi Jakarta
Dalam acara ini dibacakan Deklarasi Jakarta untuk Persatuan Umat. Teks Deklarasi dalam bahasa Inggris dibacakan oleh Dr. Muhammad Al Asi, sementara teks berbahasa Indonesia dibacakan oleh Dr. Laode M. Kamaluddin. Berikut ini teks lengkapnya:
Bismillahirrahmannirrahim.
Seraya bersyukur dan berharap ke hadirat Allah SWT Tuhan yang Maha Kuasa, dan menyampaikan sholawat serta salam kepada Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga dan sahabatnya seraya mengakui, bahwa Allah menciptakan manusia berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar mereka saling mengenal dan mengakui bahwa tak ada seorangpun yang lebih mulia dan lebih utama dibandingkan dengan yang lainnya kecuali karena ilmu, iman dan amal baiknya. Dan mengakui bahwa Nabi SAW telah diutus oleh Allah untuk menyempurnakan akhlak manusia, membawa pesan keadilan dan perdamaian serta menyebarkan cinta dan kasih sayang. Dengan tegas mengutuk perkembangan dan perkembangannya virus kebencian, sektarian dan konflik internal di dalam umat Islam yang telah menelan banyak korban yang tidak berdosa di banyak belahan dunia khususnya di negeri-negeri berpenduduk mayoritas muslim seperti Asia Selatan dan Barat, dan memahami bahwa virus kebencian itu kini sedang menyebar ke negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia dan Malaysia. Karena itu kami para cendekiawan muslim sepakat pada poin-poin dalam deklarasi ini untuk menghadapi dan menghapus virus-virus kebencian dan sektarian dan meluasnya konflik sektarian di dalam umat Islam.
- Kami menyatakan bahwa pembunuhan sesama manusia berdasarkan warna kulit, keyakinan, etnis, dan agama adalah haram dan bertentangan dengan syariat.
- Kami mendukung definisi muslim sesuai dengan Deklarasi Amman.
- Kami menyatakan bahwa perbedaan internal umat tidak boleh berujung pada pengkafiran dan penyesatan terhadap sesama muslim; maka kami menyatakan bahwa perbuatan itu haram dan bertentangan dengan syariat.
- Kami menyatakan bahwa semua perbedaan di antara sesama muslim harus diselesaikan dengan dialog dan konsensus seraya tetap menjaga kehormatan satu sama lain.
- Kami akan aktif bersama-sama membangun dan menjaga hubungan sesama mazhab serta organisasi Islam yang berbeda dan menghadirkan kegiatan satu sama lain sebagai cara membangun, dan menjaga dan mengembangkan persaudaraan.
- Kami akan mempromosikan dan menjaga harmoni di antara semua kelompok muslim melalui media cetak, elektronik, dan media sosial.
- Kami merekomendasikan agar sekolah-sekolah mengembangkan silabus dan kurikulum yang mendorong perdamaian, persaudaraan, serta persatuan di antara sesama anggota masyarakat muslim.
- Kami mendesak pemerintah untuk mengembangkan dan mengimplementasikan UU yang memerangi ujaran dan kebencian dan mendorong penindakan, pemidanaan yang lebih efektif terhadap pelanggaran atas UU tersebut.
- Kami menyadari bahwa konflik sektarian adalah jebakan untuk melemahkan umat Islam dan kami harus mencerahkan umat tentang jebakan itu.
- Kami akan aktif memediasi semua kelompok muslim yang berselisih agar bisa melakukan rekonsiliasi. Dan berpegang teguhlah kamu pada tali Allah dan janganlah kamu bercerai-berai (QS. 3:103).
Acara diakhiri dengan penandatangan Deklarasi Jakarta secara simbolis oleh para cendikiawan, tamu undangan, dan para hadirin. Tepat pukul 12.00 WIB, acara yang dipandu oleh moderator Dr. (can) Amelia Naim ini pun ditutup.
Namun ternyata tak semua hadirin bersedia tanda tangan. Sebagaimana dikutip metronews.com, Misbahul Alam dari LKTO Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang hadir dalam acara itu menolak menandatangani dengan alasan harus mengikuti prosedur organisasi. HTI dikenal sebagai ormas yang menolak demokrasi dan pendukung jihad ke Suriah dengan slogan-slogan takfirisme.
Sementara itu, Ema Rachman, salah seorang hadirin, mengaku sangat mendukung adanya upaya pemersatuan umat ini. Namun Ema berharap agar deklarasi ini di-follow up secara serius oleh pihak berwenang.
“Saya berharap pemimpin negeri ini serius menegakkan 4 pilar bangsa ini, UUD 45, Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI. Barangsiapa mengancam keutuhan 4 pilar itu, sudah seharusnya ditindak oleh pemerintah. Kita punya peribahasa terkenal, bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh. Kalau kita tidak toleran pada perbedaan, bangsa ini akan terpecah dan akan runtuh,” kata Ema. (ah/dw/LiputanIslam.com)